Maret 14, 2025

Shcofbrookwoodgardens | Jiwa Sehat & Raga Kuat

Menjaga kesehatan jiwa dan raga salah satu investasi terbesar yang sangat bijak

Jiwa Kesehatan Mental
2025-03-13 | admin9

Agar Jiwa dan Raga Sehat di Usia Senja, Ikuti Tips Berikut

Semakin lanjut usia seseorang, semakin besar risiko penyakit yang bisa menghampiri. Bahkan, beberapa penyakit kritis acap kali menghampiri orang lanjut usia. Tetapi kabar baiknya, Anda bisa slot77 mencegah penyakit kritis itu dengan menjaga pola hidup yang sehat di usia senja. Ada beberapa langkah yang bisa Anda lakukan agar jiwa dan raga tetap sehat di usia senja.

Baca Juga : Masalah Kesehatan Mental, apakah Hanya Monopoli Gen Z ?

1. Lakukan medical check-up secara teratur

Melakukan medical check-up secara teratur, misalnya setahun sekali, akan memberikan informasi seputar kesehatan tubuh Anda. Berbekal hasil medical check-up, Anda bisa dengan cekatan mengantisipasi kondisi tubuh yang perlu diperbaiki. Hal-hal yang lazim dicek oleh kaum lansia dalam medical check-up ialah:

  • Tekanan darah
  • Berat badan
  • EKG jantung
  • Gula darah
  • Kolesterol
  • Rontgen dada
  • Rangkaian tes lipid: kolesterol, trigliserida, HDL, LDL
  • dan sebagainya

2. Jalani pola makan seimbang

Indonesia mengenal panduan pola makan seimbang yang dikenal dengan nama Tumpeng Gizi Seimbang. Berbeda dengan panduan “4 sehat 5 sempurna” yang sebelumnya kita kenal, Tumpeng Gizi Seimbang memberikan panduan pola hidup sehat secara keseluruhan, termasuk aktivitas fisik dan kebersihan tubuh. Dalam Tumpeng Gizi Seimbang ini, terdapat panduan pola makan seimbang yang bisa membantu Anda untuk menjaga kesehatan jiwa dan raga saat usia senja:

  • Makanan pokok atau karbohidrat: 3-4 porsi dalam sehari
  • Buah dan sayuran: 3-4 porsi sayur dalam satu kali makan, 2-3 porsi buah dalam sehari
  • Protein hewani dan nabati: 2-4 porsi dalam sehari
  • Garam: 4 sdm per hari
  • Gula: 1 sdt per hari
  • Minyak: 5 sdm per hari
  • Air putih: 8 gelas per hari

3. Hindari makanan dengan kolesterol tinggi

Kolesterol terdiri dari tiga macam yakni kolesterol baik atau high-density lipoprotein (HDL), trigliserida, dan kolesterol jahat atau low-density lipoproteins (LDL). Seseorang dikatakan memiliki kadar kolesterol yang baik jika ia memiliki kadar HDL di atas 60 mg/dL, trigliserida kurang dari 150 mg/dL, serta LDL di bawah 100 mg/dL. Semakin bertambahnya usia, Anda sebaiknya menghindari makanan yang bisa meningkatkan kadar HDL atau trigliserida yang bisa memicu penyakit kritis. Makanan yang mengandung HDL dan trigliserida tinggi ini biasanya terdapat dalam:

  • Makanan yang diolah dengan cara digoreng
  • Makanan yang mengandung lemak seperti kulit ayam, jeroan, dan sebagainya
  • Makanan cepat saji
  • Daging merah
  • Daging bebek
  • Kuning telur
  • Seafood
  • Susu dan turunannya
  • dan sebagainya

4. Lakukan olahraga rutin yang Anda sukai

Memasuki usia lanjut tak menjadi halangan untuk tetap berolahraga dan beraktivitas fisik. Beberapa aktivitas yang bisa Anda lakukan misalnya rutin berolahraga, berjalan kaki, melakukan kegiatan fisik seperti berkebun atau menyapu, dan sebagainya. Dalam melakukan aktivitas olahraga, upayakan Anda melakukannya secara rutin minimal 30-60 menit sehari, minimal tiga hari dalam seminggu. Pilihlah olahraga yang Anda sukai agar Anda senang menjalankannya.

5. Memelihara kebersihan tubuh

Memelihara kebersihan diri juga penting bagi semua orang, termasuk para lansia. Pastikan Anda mandi dua kali sehari, menjaga kebersihan mulut dan gigi dengan cara menggosok gigi minimal dua kali sehari, menjaga kebersihan telinga, mencuci tangan sebelum makan atau setelah memegang benda kotor.

Share: Facebook Twitter Linkedin
Kesehatan Mental Gen Z
2025-03-06 | admin9

Masalah Kesehatan Mental, apakah Hanya Monopoli Gen Z ?

Generasi Z, yang terdiri dari individu yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, telah tumbuh dalam era digital yang penuh dengan tekanan dan stimulasi konstan. Meskipun dikenal sebagai generasi yang terhubung secara teknologi dan bersemangat, mereka juga mengalami tingkat kecemasan yang tinggi. Beberapa faktor dapat menjadi penyebab utama mengapa Generasi Z mudah mengalami masalah kecemasan di era ini, dan melacak akarnya menjadi penting untuk mencari solusi yang tepat.

Salah satu alasan utama mengapa Generasi Z mengalami kecemasan adalah tekanan dan pengharapan akademik yang tinggi serta persaingan yang semakin ketat dalam mencapai kesuksesan. Dari usia dini, mereka didorong untuk mencapai prestasi akademik yang tinggi dan bersaing dengan rekan-rekan mereka untuk mendapatkan tempat di universitas atau pekerjaan yang diinginkan. Standar yang tinggi ini seringkali menimbulkan rasa takut akan kegagalan dan perasaan tidak mampu, yang dapat menyebabkan kecemasan yang berkepanjangan.

Paparan Media Sosial dan Perbandingan Diri

Generasi Z tumbuh dalam era di mana media sosial mendominasi interaksi dan komunikasi. Paparan yang konstan terhadap gambar-gambar yang disunting dan gaya hidup yang tampak sempurna dari orang lain dapat memicu perasaan tidak memadai dan kurangnya rasa percaya diri. Perbandingan diri yang terus-menerus dengan orang lain di media sosial dapat menghasilkan kecemasan sosial dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri yang berkepanjangan.

Ketidakpastian Masa Depan dan Ekonomi yang Tidak Stabil

Generasi Z juga dihadapkan pada ketidakpastian masa depan dan ekonomi yang tidak stabil. Mereka seringkali merasa tidak yakin tentang pekerjaan apa yang akan mereka pilih, bagaimana mereka akan mencapai keberhasilan finansial, dan bagaimana mereka akan mengatasi masalah-masalah global seperti perubahan iklim dan ketidaksetaraan sosial. Ketidakpastian ini dapat menyebabkan kecemasan mengenai masa depan dan rasa tidak aman yang berkepanjangan.

Kurangnya Keterlibatan Sosial dan Dukungan Emosional

Meskipun Generasi Z terhubung secara digital, banyak dari mereka mengalami kurangnya keterlibatan sosial dan dukungan emosional yang diperlukan untuk mengatasi stres dan kecemasan. Ketergantungan pada teknologi seringkali mengurangi interaksi sosial langsung, sementara tingkat kesibukan yang tinggi dapat menghambat waktu yang diperlukan untuk menjalin hubungan yang mendukung secara emosional.

Lalu, Apakah Baby Boomer dan Gen X Juga Mengalami Masalah Kesehatan Mental? Menelisik Realitas di Balik Generasi

Selama beberapa tahun terakhir, pembicaraan tentang kesehatan mental semakin banyak diperbincangkan di kalangan Generasi Z dan milenial. Namun, apakah Baby Boomer dan Gen X, dua generasi sebelumnya, juga mengalami masalah kesehatan mental yang serupa? Meskipun mungkin tidak mendapat sorotan yang sama, kenyataannya adalah bahwa masalah kesehatan mental juga dapat memengaruhi Baby Boomer dan Gen X dengan cara yang berbeda. Memahami faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan mental di kedua generasi ini penting untuk memberikan dukungan yang tepat dan efektif.

Baca Juga : 6 Tips Menghilangkan Bekas Luka Secara Alami

Meskipun Baby Boomer dan Gen X mungkin memiliki pengalaman hidup yang berbeda dengan Generasi Z dan milenial, mereka juga tidak terlepas dari tekanan kehidupan modern yang dapat memengaruhi kesehatan mental mereka. Tekanan pekerjaan, masalah keuangan, konflik dalam hubungan, dan perubahan sosial merupakan beberapa contoh faktor-faktor yang dapat menyebabkan stres dan kecemasan di kedua generasi ini.

Perubahan Sosial dan Teknologi

Baby Boomer dan Gen X juga mengalami perubahan sosial dan teknologi yang signifikan selama hidup mereka. Perubahan ini dapat menciptakan ketidaknyamanan dan ketidakpastian, terutama bagi mereka yang mungkin merasa sulit beradaptasi dengan rajaolympus login perubahan tersebut. Penggunaan teknologi yang terus berkembang juga dapat memengaruhi kesehatan mental, seperti ketergantungan pada media sosial atau kesulitan dalam menghadapi dampak perubahan teknologi dalam kehidupan sehari-hari.

Stigma dan Penyadaran Kesehatan Mental

Salah satu faktor yang mungkin membedakan pengalaman kesehatan mental antara Baby Boomer, Gen X, dan generasi yang lebih muda adalah tingkat stigma dan penyadaran tentang kesehatan mental. Di masa lalu, kesehatan mental mungkin tidak diperhatikan atau dibicarakan secara terbuka, sehingga individu dari kedua generasi ini mungkin merasa sulit untuk mencari bantuan atau dukungan. Namun, dengan peningkatan kesadaran dan penghapusan stigma terkait kesehatan mental, Baby Boomer dan Gen X sekarang lebih mungkin untuk mencari bantuan ketika menghadapi masalah kesehatan mental.

Share: Facebook Twitter Linkedin